FONOLOGI III A, B, C, DAN D PERTEMUAN KETUJUH
MENGENAL FONEM SUPRASEGMENTAL
Drs. Agus Budi Wahyudi, M. Hum.
Assalamu’alaikum
wr. wb.,
Puji
syukur kita kepada Allah Swt. yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan
dalam belajar di PBSI FKIP UMS.
Hari
ini silakan melakukan belajar mandiri. Materi yang beberapa pertemuan yang
lalu, bisa dilengkapi dengan materi berikut ini Mengenal Fonem Suprasegmental.
Hal
yang perlu dilakukan dalam waktu setengah semester ini, meliputi:
(a)
Setiap tugas atau latihan pastikan sudah dilaksanakan dan dikumpulkan melalui
email (atau jika ada petunjuk khusus dikirimkan melalui blogspot). Anda
memiliki dokumen pribadi sehingga bila suatu saat dibutuhkan bisa jadi bukti
aktivitas diri Anda. Gunakan alamat email Anda yang resmi/ums.ac.id agar file
yang dikirim bisa sampai.
(b)
Setiap aktivitas Anda per minggu sudah bisa direkam dalam form yang ada di geogle form.
Alamat sudah dikirim melalui grup WA. Pastikan Anda sudah mengisi secara
cermat setiap pertemuan dengan sejujur-jujurnya.
(c)
Semangat memahami materi secara mandiri lebih memberikan kemungkinan Anda bisa
menguasai materi fonologi secara memadai.
(d)
Presensi secara langsung dapat dilaksanakan pada saat yang aka datang yaitu
saat diadakan pertemuan luring.
Pertemuan
hari ini dilaksanakan secara daring—Anda melakukan belajar mandiri dengan
memperdalam materi ini.
Minggu
depan sudah diadakan e-UTS, maka persiapkan diri Anda sebaik-baiknya. Jangan
sampai mengerjakan ujian dengan jawaban yang sama persis milik teman Anda atau
meniru atau menjiplak atau kopi paste atau menyumbang jawaban.
Cermati
secara bijaksana, tulisan yang Anda kerjakan! Sudahkah sesuai dengan simbol
atau lambang yang disyaratkan? Sudahkan sesuai dengan ejaan? Sudah tidak adakah
kesalahan pengetikan? Sudah sesuaikah dengan isi atau substansi jawaban dengan
pertanyaan?
Baiklah,
tetap semangat semoga sehat semuanya!
Seluruh
bahasa yang ada di dunia dipastikan memiliki fonem. Pernyataan ini menolak,
bila ada pendapat yang menyatakan bahwa ada bahasa yang tidak memiliki fonem.
Oleh karena itu, studi tentang fonem bahasa menjadi perlu dilakukan demi
terkuasainya suatu bahasa dan terpahaminya suatu bahasa yang digunakan oleh
setiap manusia yang ada di muka bumi.
Sebelumnya,
marilah kita simak kembali beberapa hal yang telah dipelajari pada
pertemuan-pertemuan yang lalu, dan selanjutnya secara khusus disajikan mengenai
fonem suprasegmental.
Chaer dalam Psikolinguistik
menerangkan “bahasa adalah sistem
lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat
untuk berinteraksi dan mengidentifikasi diri”
Penerangan
Chaer di atas terdapat istilah arbitrer, artinya ‘tidak
ada aturan tetap, bahasa berupa sistem lambang bunyi yang sewenang-wenang,
bergantung pada persetujuan/konsensus/kovensi
kelompok anggota masyarakat tertentu dalam penggunaannya’.
Selanjutnya
disajikan mengenai sifat yan dimiliki bahasa.
a.
Bahasa bersifat sistemis. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa bukanlah suatu
sistem tunggal. Bahasa memiliki berbagai unsur yang berbeda-beda sehingga dapat
disebut sebagai subsistem bahasa.
Subsistem
bahasa terdiri dari subsistem fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik
b.
Bahasa bersifat produktif, artinya
“bahasa dapat dipakai
oleh pemakainya secara tidak terbatas oleh pemakainya”.
c.
Bahasa bersifat unik. Bahasa mempunyai sistem yang khas yang tidak harus ada
dalam bahasa lain sehingga bahasa bersifat unik.
Misal: bahasa Indonesia
memiliki berbagai macam istilah untukmenyebutkan satu nama benda yang sama, dan
tidak dikenal oleh bahasa lain.
d.
Bahasa bersifat universal. Maksudnya, jika
suatu bahasa untuk menyebutkan suatu nama hal dipakai juga oleh bahasa lain,
maka diperbolehkan. Maka dari itu bahasa bersifat universal.
Berkenaan
dengan subsistem yang mengkaji bunyibunyi bahasa.
Menurut juga Chaer dalam Linguistik Umum, ada bidang fonetik: bidang linguistik
mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai
fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.
Misalnya
pada kata tongkat dari
segi fonetik, kata tersebut adalah sebuah benda yang berfungsi untuk pegangan seseorang. Sedangkan fonemik mengkaji bunyi
bahasa yang selalu dikaitkan dengan makna.
Oleh karena itu, fonem diartikan sebagai satuan
bunyi bahasa terkecil yang dapat membedakan makna. Fonemik meneliti apakah
perbedaan bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.
Khususnya,
mengenai fonem, bagaimana dengan istilah fonem?
Fonem
diberi pengertian kesatuan bunyi bahasa yang berfungsi membedakan makna. Fonem
bahasa dibedakan menjadi dua yaitu fonem segmental dan fonem suprasegmental.
Bahasa
Indonesia tidak memiliki fonem suprasegmental. Ciri-ciri prosodi atau
suprasegmental berada dalam subsistem sintaksis. Sajian berikut berkenaan
dengan suprasegmental dalam tataran sintaksis.
Berbeda
dengan fonem segmental yang dapat dengan mudah disegmentasikan oleh anak
tunarungu, karena fonem ini dapat dianalisis sesuai konsonan dan vokal dengan
memanfaatkan kemampuan visual dengan membaca ujaran (speech reading) yang dimiliki oleh anak tunarungu.
Sekali lagi, bahwa fonem adalah
satuan bunyi bahasa terkecil yang dapat membedakan makna.
Misalnya,
saat ada bunyi berupa jeda, cepat atau lambat, tinggi atau rendah, maupun keras
atau lembutnya bunyi, maka akan memiliki makna yang berbeda sehingga disebut
fonem. Ada fonem yang dapat disegmentasikan dan ada juga fonem yang tidak dapat
disegmentasikan. Fonem yang dapat disegmentasikan disebut dengan fonem
segmental, fonem segmental dapat diuraikan/dianalisis
sesuai dengan konsonan dan vokal.
Seperti
pada kata t/a/li dan t/u/li, maka makna tersebut berbeda karena memiliki huruf
vokal yang berbeda yaitu /a/ dengan /u/. Sedangkan fonem yang tidak dapat
disegmentasikan disebut dengan fonem suprasegmental.
Menurut
Muslich, fonem suprasegmental tidak dapat disegmen-segmenkan karena kehadiran
bunyi ini selalu mengiringi, menindih, atau menemani bunyi segmental.
Hal
ini karena fonem suprasegmental adalah fonem yang membedakan irama (cepat atau
lambat bunyi), intonasi (tinggi atau rendah bunyi), tekanan (keras atau lembut
bunyi), dan jeda (penghentian bunyi).
Suatu
kalimat yang sama, dapat menjadi berbeda dalam pemaknaan jika diterapkan fonem
suprasegmental. Misalnya, pada kalimat berikut ini: Singa, mengejar rusa tidur
Singa mengejar, rusa tidur Singa mengejar rusa, tidur Kalimat di atas memiliki
kata yang sama, namun dengan disisipkan jeda yang berbeda maka menjadi makna
yang berbeda.
Muslich
mengelompokkan fonem suprasegmental menjadi:
(a)
tinggi-rendah bunyi (nada),
(b)
keras-lemah bunyi (tekanan),
(c)
panjang-pendek bunyi (tempo), dan
(d)
kesenyapan (jeda).
Chaer
tidak mengelompokkan intonasi menjadi jenis fonem suprasegmental, namun Ia menjelaskan bahwa
intonasi merupakan alat sintaksis yang sangat penting dan dapat berwujud tekanan,
nada, dan tempo, dimana ketiganya merupakan jenis dari fonem suprasegmental.
Jenis-jenis
Fonem Suprasegmental
Fonem
suprasegmental yang pertama: keras-lemah
bunyi, yang disebut dengan tekanan.
Tekanan
yaitu suatu bunyi segmental sehingga menyebabkan amplitudonya melebar, pasti
dibarengi dengan tekanan keras, begitu pula sebaliknya.
Tekanan
dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
tekanan
keras yang ditandai dengan [3],
tekanan sedang yang ditandai dengan [2],
tekanan lemah yang ditandai dengan [1],
dan tidak ada tekanan yang ditandai dengan tidak adanya tanda diakritik.
Catatan:
tanda diakritik itu tanda yang dalam visual disertakan dalam penulisan Misal:
tanda ‘ .Tekanan dapat mengubah suatu makna
kalimat.
Contoh: Dia’ menyeterika baju.
Tekanan
pada “dia”, maknanya
dia yang menyeterika
bukan orang lain, kamu atau saya.
Dia
menyeterika’ baju. (tekanan pada
“menyeterika”.
Maknanya
dia menyeterika
bukan membakar, bukan menyobek.
Dia
menyerika baju’.
Tekanan
pada baju, artinya dia menyeterika baju bukan sarung atau bukan selendang.
Fonem
suprasegmental yang kedua:
kuantitas atau panjang-pendek
bunyi atau tempo, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk melafalkan suatu arus
ujaran.
Kuantitas
atau tempo ini ditandai dengan mora atau tanda
titik.
Satu
tanda titik [.] adalah satu mora, dua titik [:] adalah dua mora, dan tiga titik
[:.] adalah tiga mora.
Pengguaan
tanda dalam tempo, maka dibutuhkan artikulasi sehingga dihasilkan ujaran panjang
pendeknya bunyi bahasa
yang diucapkan.
Ketiga
ialah kesenyapan atau jeda, berkenaan dengan hentian bunyi bahasa dalam arus ujar.
Istilah
jeda dgunakan,
karena adanya hentian saat pengucapan.
Sebutan persendian. karena di tempat perhentian
itulah terjadinya persambungan antara segmen yang satu dengan segmen yang lain.
Jeda
ini dapat bersifat penuh dan dapat pula bersifat sementara. Biasanya dibedakan
adanya sendi dalam (internal juncture)
dan sendi luar (open juncture).
Jeda
yang bersifat penuh
Jeda
yang berada diakhir kalimat, yang biasanya berupa tanda titik (.).
Jeda ini merupakan jeda yang terletak pada sendi luar (open
juncture) pada suatu kalimat.
Sedangkan
jeda yang bersifat sementara adalah jeda yang terdapat di dalam satu kalimat,
biasanya ditandai dengan tanda koma (,).
Jeda
ini merupakan jeda yang terletak pada sendi dalam (internal
juncture)
pada suatu kalimat.
Fonem
suprasegmental yang keempat:
intonasi atau nada.
Intonasi
merupakan tinggi-rendahnya suatu nada. Chaer menjelaskan bahwa intonasi
merupakan ciri utama yang membedakan kalimat dari sebuah klausa, sebab bisa
dikatakan kalimat minus intonasi sama dengan klausa, atau sebaliknya, klausa
plus intonasi sama dengan kalimat. Jadi, apabila intonasi dari sebuah kalimat
ditanggalkan maka sisanya adalah klausa.
Misalnya
dalam sebuah kalimat hanya terdapat unsur subjek dan predikat saja, maka
disebut dengan klausa. Namun, jika terdapat unsur kalimat yang terdiri dari
subjek, predikat, objek, dan keterangan maka dapat disebut dengan kalimat
seutuhnya. Dari penjelasan jenis-jenis fonem yang telah dipaparkan, maka dapat
disimpulkan bahwa fonem suprasegmental akan dapat dibedakan ketika seseorang
mengucapkan suatu kalimat dengan
Fungsi
Fonem Suprasegmental
Anak-anak yang dididik secara
oral atau ritmik akan lebih mudah mengingat kalimat yang telah diucapkan guru
dengan berirama dibandingkan dengan mereka yang
diajari dengan membaca mandiri atau sendir-sendiri
(dalam hati tanpa melisankannya).
Hal
ini cara oral berfungsi jika
seseorang terbiasa belajar dengan cara auditory
learners.
Anak-anak
belajar dalam mengingat dengan melisankan ini membutuhkan konsentrasi
agar tidak terdistraksi oleh suara-suara lain.
Ada
sembilan urutan atau prosedur dalam melaksanakan pembelajaran, yaitu: 1)
Memberikan motivasi atau menarik perhatian, 2) Menjelaskan tujuan instruksional
kepada siswa, 3) Meningkatkan kompetensi, 4) Memberikan stimulus (masalah,
topik, konsep), 5) Memberi petunjuk belajar (cara mempelajari), 6) Menimbulkan
penampilan siswa, 7) Memberi umpan balik, 8) Menilai penampilan, 9) Menyimpulkan.
Guru
bisa memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa yang akan menerima
pembelajaran. Misalnya memberikan pembelajaran matematika dalam bentuk soal
cerita, atau dengan memberikan perumpamaan angka menggunakan gambar, seperti
angka 5 dengan gambar kelinci berjumlah 5 ekor.
Guru
juga tidak boleh lupa menjelaskan tujuan pembelajaran pada siswa, agar siswa
mengetahui akan ke mana arah pembelajaran yang akan diterimanya.
Memberikan
pembelajaran secara tepat diharapkan kompetensi siswa akan meningkat.
Sembilan
prosedur akan semakin menarik jika digunakan
dalam pembelajaran fonem
suprasegmental secara tepat.
Fungsi
fonem suprasegmental adalah untuk dapat memberikan makna dalam bentuk
komunikasi dengan menggunakan tekanan (keras-lemah bunyi), tempo
(panjang-pendek bunyi), jeda (penghentian bunyi), intonasi/nada (tinggi-rendah
bunyi).
Wassalamu'alaikum wr. wb..
Sumber Bacaan
Chaer,
Abdul. 2002. Psikolinguistik.
Jakarta: RIneka Cipta.
Chaer,
Abdul. 2002. Linguistik Umum.
Jakarta: RIneka Cipta.
Muslich,
Masnur. 3002. Fonologi
Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Pransiska, Indri Esa. 2018. “Pembentukan Fonem Suprasegmental Siswa Tunarungu di
TKLB Pangudi Luhur”. Jakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan.
Lampiran
Perhatikan kutipan berikut ini dan bagaimana realialisasi
pengucapan kalimat (ciri suprasegmental) dalam kutipan tersebut?
Selanjutnya Bu Wi menunjuk kalimat ke-12
“Ulangan umum besok, nilai harus bagus.”.
Lalu anak-anak membaca bersama. “Nilai
ulangan umum besok, nilai bagaimana?” tanya Bu Wi.
Bu Wi bertanya pada anak-anak mengenai
nilai yang termasuk bagus dan jelek.
Bu Wi, ”Nilai 10?”
Anak-anak, “Bagus.”
Bu Wi, ”Nilai 9?”
Anak-anak, “Bagus.”
Bu Wi, ”Nilai 8?”
Anak-anak, “Bagus.”
Bu Wi, ”Nilai 7?”
Anak-anak, “Bagus.”
Bu Wi, ”Nilai 6?”
Anak-anak, “Bagus.”
Bu Wi, ”Nilai 5 bagus?”
Anak-anak, “Jelek.”
Bu Wi, ”Nilai 4 bagus?”
Anak-anak, “Jelek.”
Bu Wi, ”Nilai 3 bagus?”
Anak-anak, “Jelek.”
Bu Wi, ”Nilai 2 bagus?”
Anak-anak, “Jelek.”
Bu Wi, ”Nilai 1 bagus?” Anak-anak,
“Jelek.”
Bu Wi, ”Nilai 0 bagus?”
Anak-anak, “Jelek.”
Latihan Mandiri
Pertama, mengapa fonem perlu dipelajari dalam bidang
fonologi (linguistik)?
Kedua, apabila dalam berujar Anda memberikan tekanan pada
fonem segmental dengan nada tinggi, maka Anda dipandang sesorang yang kasar.
Bagaimana bisa ada pandangan seperti itu?
Latihan Kelompok (setiap kelompok 4 orang)
Bualah kelompok dan kerjakanlah latihan kelompok!
Bacalah buku-buku linguistik dan kutiplah contoh empat
jenis fonem bahasa suprasegmental dalam bahasa-bahasa yang lain, sebab fonem
suprasegmental tidak ada dalam bahasa Indonesia (dalam tataran fonologi/fonemik)!
Laporan Anda bisa dikirim ke email paling lambat hari ini
pukul 16.00WIB.
Demikian aktivitas daring hari ini, mudah-udahan
mendatangkan manfaat bagi semanya. Amin.
13 Oktober 2021
Komentar
Posting Komentar